Hoaahhmmm… Aku
terbangun dari tidur. Kulihat jam dinding. Yah, masih jam 4 pagi! Sepertinya
teman-temanku belum ada yang bangun. Fista masih tidur. Nadia dan Aliya juga!
Tapi Farah kok nggak ada ya? Aku mengusap mata dan keluar kamar mencari Farah.
Aku pengen sholat Subuh, tapi belum adzan. Farah dimana ya?
Aku berjalan melewati beberapa kamar yang ada di
penginapan. Aku tengok kamar mandi, Farah juga tidak ada. Mungkin Farah berada
di lantai bawah. Tanpa pikir panjang, aku menuruni tangga. Suasananya kok masih
sepi sekali ya? Padahal sekarang mau Subuh loh!
Itu Farah!! Aku melihat Farah duduk sendirian di kursi
taman dekat mushola. Mukanya tampak sedih dan murung. Farah kenapa ya? Aku
menghampirinya. Melihat Farah sedih, aku jadi ingat hal kemarin.
“Ohayou, Gozhaimasu
Farah! (Selamat pagi Farah)”sapaku ramah. “Ohayou Cherrysa!”balasnya. “Kamu
kenapa? Kok mukanya sedih?”tanyaku. “Gak tau kenapa, aku nggak tenang, Fa!
Rasanya aku pengen pulang. Padahal sebelumnya, aku gak pernah merasa seperti
ini. Melihat hutan Alfo, tiba-tiba muncul perasaan tidak enak.”. Farah
menjelaskan apa yang dia alami. “Aku merasakan hal itu sejak kemarin, Far!
Nadia juga… Lebih baik kita berdoa, semoga tidak ada hal buruk yang akan
menimpa kita.”ucapku. Farah mengangguk. Tak lama kemudian, adzan Subuh
berkumandang. Aku dan Farah mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat.
Seusai sholat, aku menghampiri Alvin dan Frio. Rupanya
mereka sedang bercanda. Kami pun mengajak mereka untuk keluar. Aku, Farah,
Alvin dan Frio berniat untuk menyusul Nadia. Kami bercanda sambil menunggu
kegiatan selanjutnya. Aku berusaha melupakan apa yang aku rasakan semalam.
Tak terasa, matahari pun terbit. Pagi pun datang. “Ayo
anak-anak! Sekarang sudah jam 6 pagi… Silahkan mandi dan berganti pakaian, lalu
sarapan. Karena setelah ini kalian akan menjelajah hutan dan mencari bahan
untuk lomba KIR!”seru Bu Ina. Anak-anak berhamburan menuju kamar masing-masing
dan bersiap-siap untuk menjelajah.
Tepat pukul 7, kami disuruh berkumpul di depan
penginapan. Aku membawa beberapa camilan dan minuman untuk nanti. “Frio, kita
menjelajah hutan sampai jam berapa?”tanya Farah. “Setahuku sih jam 6
sore!”jawab Frio. “Hah? Jam 6 sore? Lama banget!”celotehku. “Ya emang! Karena
itu kita disuruh bawa bekal kayak gini…”tambah Alvin. “Kalian tahu
darimana?”ucap Nadia. “Aku tadi tanya Bu Ina…”kata Frio.
Setelah diberi penjelasan, kami memulai penjelajahan.
Awalnya, kelompokku berjalan bersamaan dengan kelompok Fista. Tapi, akhirnya
kelompok kami berpencar. Aku melihat sekeliling hutan. Yang kutemui hanya
pohon, semak, rumput liar, batu, kerikil, dan belalang yang terkadang hinggap
di kakiku. Aku tidak menemukan ide untuk lomba KIR.
“Guys, kalian punya ide nggak buat lomba KIR? Mungkin
batu dimanfaatkan jadi apaaa gitu???”tanyaku. “Mmm,, enggak!”jawab mereka kompak.
Kami serius mencari jalan agar tidak tersesat. Hingga akhirnya kami menemukan
jalan bercabang. Kami mengikuti arah panah yang menunjukkan salah satu jalan
diantara dua jalan itu.
Aku berjalan paling belakang diantara teman-temanku. Sepertinya
tidak ada kelompok lain yang mengikuti arah jalan kami. Aku terheran. Padahal
kami sudah benar mengikuti arah panah penunjuk jalan. Atau jangan-jangan itu
bukan panah untuk sekolah kami? Kita tersesat?
“Temen-temen, kayaknya kita tersesat deh! Dari tadi kita
nggak melihat kelompok lain dari sekolah kita. Mungkin saja panah itu bukan
untuk kita?”ucapku agak takut. “Iya juga sih! Kelompok lain mana ya?”ucap
Nadia. “Gak ada salahnya kita mengulangi jalan yang tadi. Jalan yang bercabang
itu! Mungkin aja kita salah lihat arah panah…”kata Alvin. “Tapi sepertinya
keberadaan kita sudah jauh dari jalan
bercabang itu!”seru Farah. Frio mengangguk, kemudian menambah, “Insya allah aku
masih ingat kok jalannya!”.
Kali ini Frio berjalan paling depan. Kami mengikutinya
dan mengingat-ingat jalan bercabang itu. Sesampai di jalan bercabang, kami
melihat arah panah itu sudah tidak ada. “Loh, tadi arah panahnya disini
kan?”tanyaku. “Iya! Kok sekarang sudah tidak ada ya?”tambah Nadia. “Mungkin
saja kita salah jalan, guys!”seru Alvin. “Ya sudah, kita tadi kan memilih jalan
kiri, sekarang kita memilih jalan kanan aja!”kata Farah. Teman-teman mengangguk
setuju.
Kami berjalan cukup lama. Akhirnya kami menemukan
rombongan dari sekolah. Tentu saja kami merasa lega. Hatiku cukup plong melihat teman-teman sekelasku.
“Kalian darimana saja? Kok lama sekali baru sampai sini?”tanya seseorang yang
ternyata itu adalah Aliya. “Mmm,, nggak. Kami tadi cuma lama berjalan
saja…”jawabku. Aku berusaha menutupi penyebab yang sebenarnya. Sepertinya Aliya
tidak perlu tahu. “Sudah dapat bahan untuk lomba KIR?”tanya Fista. Nadia
menggeleng. Rupanya kelompok Fista juga belum dapat bahan untuk lomba KIR. Ya
sudahlah, kata Bu Ina, bagi kelompok yang belum menemukan bahan, bisa dilanjut
besok mencarinya.
Aku berharap besok sudah menemukan bahan dan ide. Tetapi
aku masih heran dengan arah panah tadi. Mengapa bisa hilang begitu saja ya?
Anehnya, tidak ada bekas atau jejak sama sekali. Kalau misalnya arah panah itu
dicabut, mungkin ada bekas di tanah.
Setelah makan malam, aku, Nadia, dan Farah kembali ke
kamar penginapan. Namun, Fista dan Aliya belum tampak rupanya. Kami melakukan
kegiatan masing-masing. Aku asyik membaca novel. Nadia bermain laptop. Farah
melihat televisi dengan channel kesayangannya. “Kalian heran nggak sih sama
arah panah tadi?”ucapku membuka pembicaraan. Aku berharap mereka merespon.
“Iya, aku juga merasa aneh sama arah panah tadi.”kata Farah. “Aku juga merasa
aneh dan heran, hilangnya arah panah itu tidak meninggalkan jejak
apa-apa.”tambah Nadia. “Kalau misalnya panah itu dicabut, pasti ada bekasnya di
tanah. Kalau panah itu diterpa angin, mestinya panah itu masih ada, cuma
kondisinya miring. Lagipula, saat kita berjalan tidak ada angin kencang
kok!”kata Farah. Aku dan Nadia mengangguk.
Saat kami membahas panah, tiba-tiba Aliya dan Fista
datang. Kami segera mengalihkan pembicaraan. “Kalian lagi ngomongin apa
sih?”tanya Fista. “Bukan apa-apa kok! Kami hanya membicarakan keindahan
pemandangan di hutan tadi.”jawab Nadia. Tepat pukul 9 malam, kami segera
bersiap untuk tidur dan menghentikan aktivitas masing-masing.
Seketika itu pula, perasaan tidak
enak menghantuiku. Aku tidak bisa tidur. Atau jangan-jangan arah panah itu ada
hubungannya dengan perasaanku ini? Arah panah itu menyesatkanku. Padahal sudah
jelas sebelumnya, panah itu menunjukkan arah kiri, dan ternyata jalan yang
benar adalah kanan. Aku berusaha tenang dan memejamkan mataku, melupakan apa
yang terjadi. Aku harus konsentrasi dalam mencari bahan lomba KIR. Waktu
tinggal 2 hari lagi. Menemukan bahannya saja belum, bagaimana mau menelitinya?
Sudahlah Cherrysa, tenangkan pikiranmu!
0 comments:
Post a Comment