Mungkin tugas ini saat kami masih duduk di kelas 8... Kami berkelompok, beranggotakan 5 orang yang bernama : Rr. Dantya Farah Fortuna, Kinanti Jasmine Nadia, Pradevi Milafitri Farista Ananto, Sarah Yunita Purwanti, dan Vincentius Lukas Aria... Inilah hasil kerja kami (diambil dari ppt) :
Friday 6 December 2013
Sistem Peredaran Darah Manusia - Tugas Biologi
Sistem Peredaran Darah Manusia
Macam Peredaran Darah
Peredaran darah manusia merupakan peredaran darah tertutup karena darah yang dialirkan dari dan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan darah mengalir melewati jantung sebanyak dua kali sehingga disebut sebagai peredaran darah ganda yang terdiri dari :
1. Peredaran darah panjang/besar/sistemik
Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari bilik (ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen bertukar dengan karbondioksida di jaringan tubuh. Lalu darah yang kaya karbondioksida dibawa melalui vena menuju serambi kanan (atrium) jantung.
2. Peredaran darah pendek/kecil/pulmonal
Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah dari jantung ke paru-paru dan kembali ke jantung. Darah yang kaya karbondioksida dari bilik kanan dialirkan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis, di alveolus paru-paru darah tersebut bertukar dengan darah yang kaya akan oksigen yang selanjutnya akan dialirkan ke serambi kiri jantung melalui vena pulmonalis.
Proses peredaran darah dipengaruhi juga oleh kecepatan darah, luas penampang pembuluh darah, tekanan darah dan kerja otot yang terdapat pada jantung dan pembuluh darah.
Pada kapiler terdapat spingter prakapiler mengatur aliran darah ke kapiler :
Bila spingter prakapiler berelaksasi maka kapiler-kapiler yang bercabang dari pembuluh darah utama membuka dan darah mengalir ke kapiler.
Bila spingter prakapiler berkontraksi, kapiler akan tertutup dan aliran darah yang melalui kapiler tersebut akan berkurang.
Pada vena bila otot berkontraksi maka vena akan terperas dan kelepak yang terdapat pada jaringan akan bertindak sebagai katup satu arah yang menjaga agar darah mengalir hanya menuju ke jantung..
Puisi : Sahabat dalam Kegelapan
Lembaran demi lembaran itu kubuka... Hanyalah sebuah buku tulis, yang penuh dengan coretan tinta pena. Ternyata, ada sebuah puisi di dalamnya. Entah tanggal berapa, yang pasti puisi ini dipertujukan untuk tugas Bahasa Indonesia...
SAHABAT DALAM
KEGELAPAN
Titik air mata menetes di tengah keheningan malam
Menunggu kedatanganmu di masa kelam
Tragedi yang kita alami, terasa pahit dan masam
Hanya perasaan gelisah yang membuat muram
Disaat
mata tak sanggup menatap
Yang
kurasakan hanyalah hitam dan gelap
Mulut
yang berdoa dan selalu berharap
Menantikan
datangnya cahaya, merubah sang gelap
Mulut dan telinga seolah mutiara yang amat berharga
Kekuranganku, seakan menjadi kelebihan yang tak terduga
Kau buat aku bersyukur atas jiwa dan raga
Yang selama ini berharap normal seperti lainnya
Dan
disaat kegelapan itu berakhir
Cahaya
datang perlahan dan bergilir
Namun,
mengapa kehidupanmu juga berakhir?
Padahal
aku berharap, kehidupan kita akan mengalir seperti air
Luapan tangis penyesalan, pengganti akan kasih sayangmu
kepadaku
Terima kasih atas mata yang kau berikan itu
Aku berjanji akan menjaga titipanmu
Selamat jalan sahabat
Kuukir namamu di hatiku …
Cerpen : Roti Pisang Pak Riro
Tak banyak kata, cerpen yang kubuat hanyalah imajinasi semata yang sangat berharga dalam hidupku ... Inilah cerpenku, entah cerpen yang keberapa, dan diamandemen beberapa kali.. Selamat membacaaaaa ~~
ROTI
PISANG PAK RIRO
“Bu, Kana ingin makan roti pisang Pak Riro.”ucap Kana
memelas kepada ibunya. Ya, roti pisang. Menurut Kana, roti pisang Pak Riro
tidak ada duanya. Namun bagamana lagi, roti itu hanya bisa didapat di rumah Pak
Riro sendiri, yaitu di dekat rumah nenek yang ada di desa.
“Ya sudah, nanti kalau liburan ke rumah nenek, kita
mampir ke rumah Pak Riro ya!”jawab ibu seraya mengelus rambut Kana. Gadis belia
itu mengangguk sedih. Yah, mengapa harus menunggu liburan? Padahal, besok hari
Minggu, setidaknya bisa lah kalau ingin pergi ke rumah Pak Riro yang kira-kira
membutuhkan waktu sekitar empat jam, batin Kana.
“Untuk sekarang, ibu belikan roti pisang di toko Bu Fifi
saja ya! Rasanya juga tak kalah enak kok dengan roti Pak Riro.”ucap ibu merayu
Kana. Hmm,, tetap saja, roti pisang di toko Bu Fifi masih kalah rasanya
dibandingkan dengan roti pisang Pak Riro. Tapi untuk saat ini, tak apalah
menerima tawaran ibu. Paling tidak, keinginan untuk makan roti pisang sudah
terpenuhi. “Iya bu, Kana mau.”jawab Kana.
Hari demi hari pun berlalu. Kana selalu melihat kalender
dan menghitung jumlah hari untuk menemui liburan. Umm,, satu minggu lagi libur
kenaikan semester, batin Kana. Ia ingin merayu ibu agar mengantarnya ke rumah
nenek, sekaligus ke rumah Pak Riro. Ia sudah tak sabar untuk mencicipi roti
pisang Pak Riro kembali.
“Ibu, minggu depan Kana libur kenaikan semester. Ibu mau
kan mengantar Kana ke rumah nenek dan rumah Pak Riro?”tanya Kana penuh
pengharapan. Ibu mengangguk setuju. “Iya Kana, ibu mau.”. Kana sangat senang
mendengarnya.
Satu minggu telah lewat. Dan kini saatnya, Kana berlibur
ke rumah nenek. Ia tampak sibuk mengemasi baju-bajunya yang akan dibawa. Ibu
tersenyum heran melihat tingkah anaknya. Hari ini menjadi hari yang paling
menyenangkan bagi Kana. Penantiannya akan terwujud.
Sepanjang perjalanan, Kana bernyanyi riang. “Kana kayaknya
senang banget sih?”tanya ibu sambil tersenyum. “Iya bu, Kana sudah membayangkan
betapa nikmatnya roti pisang Pak Riro nanti.”jawab Kana. Ia melanjutkan bernyanyi.
Suaranya yang merdu seolah mengiringi perjalanan mereka.
Empat jam lamanya, akhirnya mereka sampai di rumah Pak
Riro. Kana turun dari mobil terlebih dulu, lalu disusul ibunya. Kana mengetuk
pintu rumah Pak Riro dan mengucapkan salam.
Tok.tok..tok.. “Assalamualaikum!”seru Kana.
“Waalaikumsalam!”jawab seorang anak dari dalam rumah.
Seorang anak membukakan pintu. Ternyata dia adalah Caca,
putri bungsu Pak Riro. Umurnya tak beda jauh dengan Kana. Tentunya, Kana sudah
mengenal Caca sebelumnya.
“Kana!”seru Caca. Ia memeluk Kana. “Ca, aku kangen banget
sama kamu!”balas Kana. Caca mempersilahkan Kana dan ibu untuk masuk. Kana
heran, suasana di dalam rumah sangatlah sepi. “Ca, kamu sendirian di
rumah?”tanya Kana. “Iya. Ibu pergi ke pasar. Sedangkan Kak Nia ada acara di
sekolahnya.”jawab Caca. Kana semakin heran, mengapa Pak Riro tidak disebutkan?
“Lho, Pak Riro kemana? Kok dari tadi aku tidak
melihatnya.”tanya Kana bingung. Caca tidak menjawab, malah menitikkan air
matanya. Ibu dan Kana bingung melihat Caca. “Dua minggu yang lalu, ayah
meninggal dunia karena sakit.”ucap Caca. “Inalillahi wa innalillahi raji’un…”kata
Kana dan ibu bersamaan. Kana benar-benar tak mengira, Pak Riro kini telah
tiada. Lantas, bagaimana dengan usaha roti pisangnya?
“Sabar ya nak. Semoga amal ibadah almarhum Pak Riro
diterima di sisi Allah. Lalu, bagaimana dengan usaha roti pisangnya?’kata ibu.
Caca menggeleng. “Sekarang, kami tidak berjualan roti pisang lagi bu. Ibu
memilih untuk menjadi pembantu rumah tangga dibandingkan meneruskan usaha
ayah.”jawab Caca. “Lho, kan sayang jika usahanya harus berhenti begitu?
Alat-alat untuk membuat roti juga ada, resep sudah ada, kenapa tidak
dilanjutkan saja usahanya?”usulku.
Caca mengangguk. “Iya juga ya! Sebenarnya, aku kasihan
sama pelanggan roti pisang ayah, mereka masih menginginkan usaha kami berlanjut
terus. Baiklah, kalau begitu aku akan membicarakan lagi kepada ibu.”ucap Caca.
Ternyata, ibu Caca menyetujui dan berniat untuk
melanjutkan usaha roti pisangnya. Kana turut senang, akhirnya ia bisa mencicipi
roti pisang Pak Riro lagi, meskipun kini bukan Pak Riro lah pembuatnya. Ia juga
senang bisa membantu keluarga Caca. Setiap liburan tiba, Kana selalu membantu
Caca membuat roti. Usaha roti pisang Pak Riro berjalan lancar, bahkan sukses.
Kini roti Pak Riro dapat dijumpai di supermarket kota, tak hanya di rumah
beliau saja.
Contoh Pidato tentang Lingkungan - Tugas Bahasa Indonesia
Hai ! Membuat pidato tak terlalu sulit sebenarnya, tapi juga tak mudah. Meskipun temanya sederhana, terkadang rumit juga pembuatannya. Ini contoh pidato tentang lingkungan... Jika ada kurangnya, mohon maklum ... Selamat membacaaaa ~~
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Selamat sore dan salam
sejahtera bagi kita semua
Yang kami hormati, Kepala
desa serta para warga Desa Sukananya.
Pertama, marilah kita panjatkan puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena rahmat dan hidayah-Nya, kita bisa
berkumpul di lapangan sore hari yang agak mendung ini. Terima kasih kami
ucapkan kepada para warga, karena telah menyempatkan waktu untuk hadir kemari
dalam acara yang bertemakan “Hijau, Indah, nan Bersih Alamku.”
Sebelumnya, kita sebagai manusia
harus menyadari, bahwa lingkungan adalah tempat kita menggantungkan hidup.
Keadaan lingkungan akan berdampak pada diri kita sendiri. Jika kita tak pandai
merawat lingkungan, maka bencana pun akan timbul.
Lingkungan yang hijau nan bersih, akan
berdampak positif terhadap tubuh kita, yaitu kesehatan terjaga, udara di
sekitar menjadi sejuk, nyaman dilihat oleh mata, dan menghindarkan kita dari
bencana yang mungkin dipengaruhi oleh musim, contohnya banjir. Sebaliknya,
lingkungan yang kotor akan menimbulkan dampak negatif, diantaranya banyak
penyakit yang menyerang tubuh kita, kenyamanan pun berkurang, dan bencana akan
datang pada saatnya, contoh saat musim hujan terjadi banjir.
Saya sebagai perwakilan dari Dinas
Kebersihan Sidoarjo, akan membahas upaya-upaya untuk menciptakan lingkungan
yang hijau nan bersih. Diantaranya yang pertama yaitu mengadakan kerja bakti.
Para warga membersihkan desa bersama-sama. Seminggu sekali saja, yang penting
rutin. Bagaimana bapak dan ibu, bisa diterima usulnya?
Upaya kedua yaitu penanaman
bibit-bibit tanaman di setiap rumah. Kami akan membagikan beberapa bibit untuk
ditanam. Ada bibit tanaman adenium, kamboja, dan beberapa tanaman hias lainnya.
Ini dilakukan agar lingkungan sekitar rumah menjadi hijau dan sedap dipandang.
Kenyamanan pun dapat tercipta.
Tips selanjutnya adalah kedisiplinan
kita dalam membuang sampah. Jika kita membuang sampah di tempatnya, pencemaran
pun tidak ada lagi. Selain itu juga mengurangi polusi udara karena pencemaran
bau.
Harapan kami, semoga warga desa
Sukananya dapat menjaga kebersihan lingkungan, dengan mengamalkan usaha-usaha
yang kami berikan. Juga, para warga dapat mengembangkan kreativitasnya untuk
menciptakan lingkungan yang hijau nan asri.
Kesimpulan dari pertemuan kita pagi
ini adalah, lingkungan yang hijau dan bersih, menciptakan suasana yang nyaman,
dan kesehatan pun terjamin.
Demikian para bapak ibu, yang dapat
saya jelaskan mengenai kebersihan lingkungan.
Akhir kata, saya meminta maaf jika
ada perkataan maupun perbuatan yang salah dan kurang berkenan di hati para
warga. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Friday 28 June 2013
MISTERI DANAU ALFORIA : Kulit Kerang Bercahaya
Hari kedua… Aku membuka
mata perlahan. Kulihat Nadia dan Farah sedang merapikan rambut dan melipat baju
tidurnya. Sementara Fista dan Aliya masih tertidur lelap. “Nadia, Farah, sholat
Subuh yuk!”ucapku setelah merapikan rambut dan melipat selimut. “Tapi belum
adzan!”balas Farah. “Kamu mau sholat pakai baju tidur gitu? Sana ganti baju
dulu!”tambah Nadia. “Iya, iya!”jawabku. Aku segera menuju kamar mandi dan berganti
pakaian, lalu merapikan rambut. Suara adzan Subuh pun terdengar telinga. Aku
membangunkan Aliya dan Fista yang masih tertidur lelap di kasur. “Fista, Aliya,
bangun! Waktunya sholat Subuh nih!”seruku sambil menepuk bahu Fista dan Aliya.
Mereka segera bangun, kemudian kami sholat Subuh bersama-sama.
Bu Ina mengecek kamar kami. “Anak-anak, setelah sholat
Subuh kalian langsung mandi dan berpakaian rapi ya! Lalu bergegas menuju ruang
makan untuk sarapan!”perintah Bu Ina. “Baik bu!”jawab kami serempak. Kami
segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Bu Ina. Dan kini saatnya menuju
ruang makan.
“Ohayou Gozaimashu Cherrysa,
Farah, Nadia!”sapa Alvin. Kami saling menyapa, dan makan bersama. “Siap-siap
ya, buat penjelajahan nanti!”seruku. Semua menatapku, dan melanjutkan makan.
Hmm,, tatapan yang sungguh menyinggung! Apakah ada yang salah dengan ucapanku
barusan?
Sambil menunggu waktu penjelajahan, kami berlima
berjalan-jalan sekitar penginapan. Pemandangan di sini memang bagus, cocok
untuk refreshing. Udaranya sejuk, sangat mendukung untuk proses berpikir bagi
para pelajar. Mungkin karena terlalu sejuk, aku dan Nadia masih memakai
sweeter.
Tak terasa, waktu penjelajahan pun dimulai. Semua anak
berbaris rapi menuju hutan, kecuali kelompok yang sudah menemukan bahan.
“Anak-anak, Bu Ina akan memandu kalian di depan. Tidak boleh berpisah dari
grupnya, atau berpisah dari rombongan sekolah. Dan ingat, jangan mendekati gua
dan danau yang ada di hutan sana! Mengerti?”seru Bu Ina. “Mengerti!!!!!!!”jawab
anak-anak serempak. Hmm,, gua dan danau! Aku jadi ingat perkataan pemandu
wisata waktu itu.
Kali ini, aku berjalan bersama Alvin di belakang.
Kelompok kami berada di depan kelompok Aliya. Aku asyik mengobrol dengan Alvin,
tiba-tiba mataku kelilipan. Langkah kami terhenti. Alvin meniup mataku. Yey,
akhirnya mataku sudah gak kelilipan lagi. Kami menyusul Farah, Nadia, dan Frio.
“Hey, kalian berdua darimana? Kok berlarian menyusul kita begitu?”tanya Frio.
“Eh,, mmm, eng-gak kok, mataku tadi kelilipan. Sorry ya guys, aku gak bilang
sama kalian dulu!”ucapku. “Ehem,, ehem,, kelilipan atau….”belum sempat Nadia
menyelesaikan ucapannya, Frio menyahut, “Pengen jalan berdua sama Alvin? Hayo
ngaku?!”. Aku tersentak kaget, “Hah? Ya nggak lah! Aku kan jalan sama kalian
berempat! Bukan sama Alvin aja, iya kan?”sangkalku. Karena mungkin terlalu
kaget, mataku kelilipan lagi. “Aduh, tuh kan mataku jadi kelilipan lagi
nih!”keluhku. Dan lagi-lagi Alvin yang meniup mataku, karena memang daritadi
dia berjalan disampingku. “Thanks ya, Vin!”ucapku tersenyum. Dia mengangguk.
Frio, Farah, dan Nadia menoleh ke belakang, melihat kami berdua. Haduh, aku kan
malu dilihatin gini. Eh, kenapa sejak tadi Alvin diem aja ya, atau mungkin dia
sakit, atau.. salah tingkah karena ucapan teman-teman tadi? Hah, sudahlah.
Kelompok Aliya berjalan lebih dulu, sehingga sekarang
kami berada paling belakang. Huh, berjalan paling belakang lagi, rasanya
menakutkan. Saat kami berjalan-jalan melihat sekeliling, tiba-tiba aku
merasakan sesuatu yang aneh. Bayangan yang sedari tadi mengikuti langkah kami
berjalan menjadi banyak jumlahnya. Tentu kamu tahu kan, sinar matahari yang
mengenai tubuh kita akan menghasilkan bayangan. Nah, bayangan itu seketika
menjadi banyak, melebihi jumlah orang yang berjalan saat ini. Padahal, di
belakang kami sudah tidak ada anak satupun. Saat kutoleh kebelakang, memang
tidak ada anak. Aku merinding ketakutan. “Alvin, kamu toleh kebelakang
dong! Bayangan itu…”ucapku. Alvin
menoleh. “Nggak ada yang aneh! Bayangan itu bayangan tubuh kita sendiri, Rysa!
Tuh, jumlah nya juga ada lima, sesuai dengan jumlah orang yang berjalan saat
ini. Hahaha… Sama bayangan aja takut!”ucap Alvin. Aku tidak percaya, kutoleh
lagi. Benar! Bayangan itu jumlahnya lima! Padahal, jelas-jelas aku tadi melihat
jumlahnya banyak, lebih dari lima!
Aku berusaha melupakan. Mungkin saja aku salah lihat,
karena rasa takutku yang terlalu menghantui. “Sudah, gak usah nangis! Itu cuma
perasaan kamu aja..”ucap Alvin. Tak kusangka, Alvin tiba-tiba mengusap air mata
yang ada di pipiku. Ia sungguh perhatian terhadapku! Alvin memang sahabat yang
baik. “Thanks ya, Vin! Kamu perhatian banget sama aku. Kamu memang sahabat yang
paling baik, yang pernah kutemui.”ucapku. Ia tersenyum dan menggandeng tanganku.
Apa maksudnya ini? Aku tak menolak, hanya mengikuti saja. Rasa perhatian Alvin
terhadapku hanyalah sebagai sahabat, tidak lebih dari itu.
Farah, Nadia, dan Frio menghentikan langkahnya. “Hei,
kalian berdua kalau jalan lama banget sih?”celoteh Frio. Belum sempat aku
menjawab, tiba-tiba Nadia menambah, “Eits, lihat tuh temen-temen! Cherrysa dan
Alvin bergandengan tangan!”. “Iya, iya, jangan-jangan kalian..”belum selesai
berceloteh, Alvin menyangkal, “Haduh, bukan apa-apa! Kalian salah paham! Tadi
Cherrysa ketakutan, ya udah kita jadi jalannya lambat!”. Alvin melepaskan
tanganku. Hmm,, ada yang aneh! Di tengah seru-serunya berbicara seperti ini,
Farah hanya diam tak ikut angkat bicara. Farah kenapa ya? Atau mungkin saja dia
cemburu mendengar ucapan Nadia dan Frio barusan? Dan Farah suka sama Alvin?
Hah, lupakan! Mungkin saja Farah lagi sariawan, males berbicara! Hehehe...
Kami melanjutkan berjalan. Kulihat teman-temanku. Kali
ini Alvin asyik mengobrol dengan Farah. Tampaknya, Farah senang sekali bisa
mengobrol sedekat itu dengan Alvin. Eh, kenapa aku jadi mengurusi mereka? Tak
ada yang salah jika mereka mengobrol, kan kita bersahabat! Kenapa sepertinya
aku merasa kesal setiap melihat Farah dekat dengan Alvin? Sudahlah Cherrysa,
lupakan!, batinku. Kulihat Nadia asyik mengobrol dengan Frio. Huh, aku berjalan
sendirian! Sungguh membosankan!
Tiba-tiba aku melihat sebuah kulit kerang berkuran kecil
yang cukup banyak jumlahnya. Aku mengambil kulit-kulit kerang itu. “Guys,
lihat! Ada kulit kerang nih! Kayaknya bisa kalau kita gunakan sebagai bahan
lomba KIR!”seruku. Teman-teman menghampiriku. “Memangnya mau dibuat apa, kulit
kerang itu?”tanya Farah. Aku menjawab, “Hmm,, aku tidak tahu pasti sih! Tapi,
kita kan bisa cari kandungan kulit kerang di internet..”Aku pernah baca di
artikel, kulit kerang itu banyak mengandung kalsium karbonat.”tambah Alvin.
Maklum, dia kan suka baca buku! Frio menambah, “Kalo setahuku sih, kalsium
karbonat itu banyak terkandung dalam pasta gigi, gigi palsu, pokoknya yang
berhubungan dengan tulang dan gigi.”. “Ya sudah, kita ambil saja kulit-kulit
kerang ini!”seru Nadia. “Mmm,, kalian lihat gak, cahaya yang ada di salah satu
kulit kerang itu?”ucapku seraya menunjukkan cahaya yang kumaksud. Ada salah
satu kulit kerang yang berukuran cukup besar dibandingkan dengan yang lain.
Kulit kerang itu mengeluaran cahaya kecil. Indah, tapi aneh! Mana mungkin kulit
kerang bercahaya? “Iya, kok aneh ya?”balas Frio. “Sudah, mungkin itu kulit
kerang gagal cetak!”jawab Nadia sambil ketawa. Kami ikut tertawa.
Mungkin bagi teman-temanku, cahaya yang ada di kulit
kerang itu tidak penting. Tapi menurutku, cahaya itu perlu diselidiki. Mungkin
saja ada arti tersembunyi dibalik cahaya itu. Atau,, bisa saja cahaya itu dapat
membahayakan kita!
Akhirnya, bahan untuk lomba KIR sudah ada. Sekarang,
tinggal berjalan menuju penginapan dengan mengikuti arah panah yang ada. Oh ya,
kalian belum tahu, jalan yang kami lewati sekarang berbeda lho dengan jalan
yang kami lewati kemarin! Jadi, kami tidak mungkin menemui jalan bercabang yang
kemarin itu.
Tiba-tiba, Farah menjerit, “Aduh! Sakiitttt….”. Ia
menangis kesakitan. Aku, Nadia, dan Frio menghampiri Farah dan Alvin yang
daritadi berjalan di belakang. Ternyata kaki Farah tersandung batu dan ia
jatuh. “Ya ampun Farah! Kaki kamu berdarah! Tuh lihat, kamu perlu
diobati.”ucapku. Untungnya, Nadia membawa obat merah dan plester di saku
bajunya. Tiba-tiba aku melihat sesuatu. Di dekat batu itu terdapat sebuah kulit
kerang yang bercahaya. Aku mengambilnya. “Teman-teman, ini kan kulit kerang
bercahaya yang kita ambil tadi. Kok bisa ada disini? Bukannya kita bawa di
kantong plastik ya?”ucapku bingung. “Oh iya ya, kalo gitu coba di cek di
kantong plastik, kulit kerang bercahaya yang tadi itu ada atau tidak!”tambah
Alvin. Frio yang membawa kantong plastik itu, dan ia melihat isi kantong
plastik. Ternyata kulit kerang bercahaya itu tidak ada! Dan kulit kerang itu
berpindah tempat di sebelah batu tempat Farah jatuh. Kok bisa ya? Ini sungguh
tidak masuk akal! Frio memasukkan kulit kerang bercahaya itu di kantong
plastiknya.
Kami melanjutkan perjalanan. Aku menoleh ke belakang,
melihat Farah dirangkul Alvin, dan dibantu berjalan. Rasa kesal kembali tumbuh
dari dalam hatiku. Apa mungkin aku cemburu melihat mereka? Tapi itu kan sebuah
hal yang wajar, seorang anak yang membantu sahabatnya berjalan karena kaki
sahabatnya sakit. Ya ampun Cherrysa! Alvin dan Farah itu sahabatmu, tidak boleh
berpikir seperti itu. Kamu tidak boleh menyukai sahabatmu sendiri, karena
justru itulah yang akan merusak persahabatanmu, batinku.
Tiba-tiba, hal yang sama terulang lagi. Untuk kedua
kalinya, kami menemukan….
=> TUNGGU CERITA
SELANJUTNYA : GUA MISTERIUS <=
Thursday 27 June 2013
MISTERI DANAU ALFORIA : Misteri Arah Panah
Hoaahhmmm… Aku
terbangun dari tidur. Kulihat jam dinding. Yah, masih jam 4 pagi! Sepertinya
teman-temanku belum ada yang bangun. Fista masih tidur. Nadia dan Aliya juga!
Tapi Farah kok nggak ada ya? Aku mengusap mata dan keluar kamar mencari Farah.
Aku pengen sholat Subuh, tapi belum adzan. Farah dimana ya?
Aku berjalan melewati beberapa kamar yang ada di
penginapan. Aku tengok kamar mandi, Farah juga tidak ada. Mungkin Farah berada
di lantai bawah. Tanpa pikir panjang, aku menuruni tangga. Suasananya kok masih
sepi sekali ya? Padahal sekarang mau Subuh loh!
Itu Farah!! Aku melihat Farah duduk sendirian di kursi
taman dekat mushola. Mukanya tampak sedih dan murung. Farah kenapa ya? Aku
menghampirinya. Melihat Farah sedih, aku jadi ingat hal kemarin.
“Ohayou, Gozhaimasu
Farah! (Selamat pagi Farah)”sapaku ramah. “Ohayou Cherrysa!”balasnya. “Kamu
kenapa? Kok mukanya sedih?”tanyaku. “Gak tau kenapa, aku nggak tenang, Fa!
Rasanya aku pengen pulang. Padahal sebelumnya, aku gak pernah merasa seperti
ini. Melihat hutan Alfo, tiba-tiba muncul perasaan tidak enak.”. Farah
menjelaskan apa yang dia alami. “Aku merasakan hal itu sejak kemarin, Far!
Nadia juga… Lebih baik kita berdoa, semoga tidak ada hal buruk yang akan
menimpa kita.”ucapku. Farah mengangguk. Tak lama kemudian, adzan Subuh
berkumandang. Aku dan Farah mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat.
Seusai sholat, aku menghampiri Alvin dan Frio. Rupanya
mereka sedang bercanda. Kami pun mengajak mereka untuk keluar. Aku, Farah,
Alvin dan Frio berniat untuk menyusul Nadia. Kami bercanda sambil menunggu
kegiatan selanjutnya. Aku berusaha melupakan apa yang aku rasakan semalam.
Tak terasa, matahari pun terbit. Pagi pun datang. “Ayo
anak-anak! Sekarang sudah jam 6 pagi… Silahkan mandi dan berganti pakaian, lalu
sarapan. Karena setelah ini kalian akan menjelajah hutan dan mencari bahan
untuk lomba KIR!”seru Bu Ina. Anak-anak berhamburan menuju kamar masing-masing
dan bersiap-siap untuk menjelajah.
Tepat pukul 7, kami disuruh berkumpul di depan
penginapan. Aku membawa beberapa camilan dan minuman untuk nanti. “Frio, kita
menjelajah hutan sampai jam berapa?”tanya Farah. “Setahuku sih jam 6
sore!”jawab Frio. “Hah? Jam 6 sore? Lama banget!”celotehku. “Ya emang! Karena
itu kita disuruh bawa bekal kayak gini…”tambah Alvin. “Kalian tahu
darimana?”ucap Nadia. “Aku tadi tanya Bu Ina…”kata Frio.
Setelah diberi penjelasan, kami memulai penjelajahan.
Awalnya, kelompokku berjalan bersamaan dengan kelompok Fista. Tapi, akhirnya
kelompok kami berpencar. Aku melihat sekeliling hutan. Yang kutemui hanya
pohon, semak, rumput liar, batu, kerikil, dan belalang yang terkadang hinggap
di kakiku. Aku tidak menemukan ide untuk lomba KIR.
“Guys, kalian punya ide nggak buat lomba KIR? Mungkin
batu dimanfaatkan jadi apaaa gitu???”tanyaku. “Mmm,, enggak!”jawab mereka kompak.
Kami serius mencari jalan agar tidak tersesat. Hingga akhirnya kami menemukan
jalan bercabang. Kami mengikuti arah panah yang menunjukkan salah satu jalan
diantara dua jalan itu.
Aku berjalan paling belakang diantara teman-temanku. Sepertinya
tidak ada kelompok lain yang mengikuti arah jalan kami. Aku terheran. Padahal
kami sudah benar mengikuti arah panah penunjuk jalan. Atau jangan-jangan itu
bukan panah untuk sekolah kami? Kita tersesat?
“Temen-temen, kayaknya kita tersesat deh! Dari tadi kita
nggak melihat kelompok lain dari sekolah kita. Mungkin saja panah itu bukan
untuk kita?”ucapku agak takut. “Iya juga sih! Kelompok lain mana ya?”ucap
Nadia. “Gak ada salahnya kita mengulangi jalan yang tadi. Jalan yang bercabang
itu! Mungkin aja kita salah lihat arah panah…”kata Alvin. “Tapi sepertinya
keberadaan kita sudah jauh dari jalan
bercabang itu!”seru Farah. Frio mengangguk, kemudian menambah, “Insya allah aku
masih ingat kok jalannya!”.
Kali ini Frio berjalan paling depan. Kami mengikutinya
dan mengingat-ingat jalan bercabang itu. Sesampai di jalan bercabang, kami
melihat arah panah itu sudah tidak ada. “Loh, tadi arah panahnya disini
kan?”tanyaku. “Iya! Kok sekarang sudah tidak ada ya?”tambah Nadia. “Mungkin
saja kita salah jalan, guys!”seru Alvin. “Ya sudah, kita tadi kan memilih jalan
kiri, sekarang kita memilih jalan kanan aja!”kata Farah. Teman-teman mengangguk
setuju.
Kami berjalan cukup lama. Akhirnya kami menemukan
rombongan dari sekolah. Tentu saja kami merasa lega. Hatiku cukup plong melihat teman-teman sekelasku.
“Kalian darimana saja? Kok lama sekali baru sampai sini?”tanya seseorang yang
ternyata itu adalah Aliya. “Mmm,, nggak. Kami tadi cuma lama berjalan
saja…”jawabku. Aku berusaha menutupi penyebab yang sebenarnya. Sepertinya Aliya
tidak perlu tahu. “Sudah dapat bahan untuk lomba KIR?”tanya Fista. Nadia
menggeleng. Rupanya kelompok Fista juga belum dapat bahan untuk lomba KIR. Ya
sudahlah, kata Bu Ina, bagi kelompok yang belum menemukan bahan, bisa dilanjut
besok mencarinya.
Aku berharap besok sudah menemukan bahan dan ide. Tetapi
aku masih heran dengan arah panah tadi. Mengapa bisa hilang begitu saja ya?
Anehnya, tidak ada bekas atau jejak sama sekali. Kalau misalnya arah panah itu
dicabut, mungkin ada bekas di tanah.
Setelah makan malam, aku, Nadia, dan Farah kembali ke
kamar penginapan. Namun, Fista dan Aliya belum tampak rupanya. Kami melakukan
kegiatan masing-masing. Aku asyik membaca novel. Nadia bermain laptop. Farah
melihat televisi dengan channel kesayangannya. “Kalian heran nggak sih sama
arah panah tadi?”ucapku membuka pembicaraan. Aku berharap mereka merespon.
“Iya, aku juga merasa aneh sama arah panah tadi.”kata Farah. “Aku juga merasa
aneh dan heran, hilangnya arah panah itu tidak meninggalkan jejak
apa-apa.”tambah Nadia. “Kalau misalnya panah itu dicabut, pasti ada bekasnya di
tanah. Kalau panah itu diterpa angin, mestinya panah itu masih ada, cuma
kondisinya miring. Lagipula, saat kita berjalan tidak ada angin kencang
kok!”kata Farah. Aku dan Nadia mengangguk.
Saat kami membahas panah, tiba-tiba Aliya dan Fista
datang. Kami segera mengalihkan pembicaraan. “Kalian lagi ngomongin apa
sih?”tanya Fista. “Bukan apa-apa kok! Kami hanya membicarakan keindahan
pemandangan di hutan tadi.”jawab Nadia. Tepat pukul 9 malam, kami segera
bersiap untuk tidur dan menghentikan aktivitas masing-masing.
Seketika itu pula, perasaan tidak
enak menghantuiku. Aku tidak bisa tidur. Atau jangan-jangan arah panah itu ada
hubungannya dengan perasaanku ini? Arah panah itu menyesatkanku. Padahal sudah
jelas sebelumnya, panah itu menunjukkan arah kiri, dan ternyata jalan yang
benar adalah kanan. Aku berusaha tenang dan memejamkan mataku, melupakan apa
yang terjadi. Aku harus konsentrasi dalam mencari bahan lomba KIR. Waktu
tinggal 2 hari lagi. Menemukan bahannya saja belum, bagaimana mau menelitinya?
Sudahlah Cherrysa, tenangkan pikiranmu!
Subscribe to:
Posts (Atom)