Anggap saja cerita ini fiktif,, ^-^
Ketika air
sungai mengalir begitu deras, diiringi tiupan angin tanpa henti, salahkah jika
aku berpikir untuk mendapatkannya setiap detik dalam hidupku... Aliran sungai
yang bergerak bebas, indah, adakah yang mengatur setiap butir air itu…
Pandanganku tak beralih, masih menatapnya di dalam keheningan. Tak seberapa
hening, namun aku menikmatinya.
13
tahun sudah, diriku berada di dunia ini. Masih tetap tanpa tujuan, tak seperti
halnya dengan air sungai yang kupandangi. 20 Juli 2014, dimana umurku akan
bertambah esok lusa. Tak ada perubahan signifikan di hidupku, masih dengan
kekosongan impian, maupun perasaan. Pantaskah aku melangkahkan kaki di sekolah
menengah atas, dengan pemikiran dan umur yang seharusnya tak pantas… Lingkungan
yang sangat berbeda, bisa dikatakan aku tak siap menerimanya.
Berdiri
di atas tanah dari sebuah daerah yang bukan asalku. Satu tahun sekali,
menjelang hari kemenangan datang. Seketika aku merubah sifatku, semula pendiam
menjadi ramah untuk sesaat. Hanya untuk kali ini saja, aku tak berpikir ini hal
buruk. Bertutur kata sopan, mengasah otak mengenai kemampuan berbahasa Jawa krama
ku, yang belum sepenuhnya aku kuasai.
Masih
disibukkan dengan pengetikan naskah, hobi, ditambah kunjungan dari orang-orang berbagai
penjuru. 22 Juli 2014, hari penambahan umurku. Meskipun hari itu banyak orang
yang mengajak bicara denganku, tak satupun membahas hari penambahan umurku. Tak
ada perubahan signifikan dari tahun ke tahun, masih sama, itu saja
kesimpulannya.
Seseorang
hadir dalam kehidupanku. Bukan kehidupanku yang sebenarnya, namun kehidupan
fiksi yang tak jelas kapan dimulainya. Menjalin hubungan dengannya sebagai yang
kedua, selama aku berada di kehidupan itu. Tujuh hari yang berlalu indah, aku
tak mengatakan itu hal buruk. Ketika semua berakhir, aku tak seberapa sedih
karenanya. Tak ada air mata untuk kehidupan yang tak nyata, itulah prinsipku.
Maaf,
apabila hanya kata itu yang dapat kau ucapkan, mengapa aku harus menerimamu?
Kehidupanku yang tak nyata itu, bahkan aku ingin menghapusnya. Menjalin
hubungan di kehidupan nyata, memang bukan ide yang buruk untuk itu. Namun,
perasaan dan pemikiranku tak mengatakan bahwa aku harus melakukannya. Masih ada
seseorang yang aku sukai, dan telah berlangsung 2 tahun perasaan itu. Aku tak
dapat menghapusnya begitu saja, dan menerimamu di kehidupan nyataku. Tingkatan
perasaanku terlalu rendah untukmu, hanya sebagai teman. Maaf…
Di
saat yang berdekatan, seseorang yang sangat aku sayangi meskipun belum lama
kenal, memintaku untuk menjadi miliknya. Aku menganggapnya sebagai kakak,
bahkan tingkatan perasaanku kepadanya melebihi tingkatan perasaanku kepada
seseorang yang aku sukai selama ini. Apa yang salah dengan diriku, aku tak
pernah merasakan ini sebelumnya. Aku ingin memilikinya, padahal masih ada orang
lain yang kusuka. Sungguh egois, diriku…
Waktu
terus berjalan, hingga hubungan itu berjalan 1 bulan. Perasaanku mengatakan, aku
masih menganggapnya kakak. Sifat, sikap, hingga perlakuannya padaku, aku
merasakan sebuah ketulusan. Cinta tumbuh karena terbiasa, aku yakin suatu hari
dapat melupakannya, melupakan seseorang yang kusukai selama 2 tahun itu. Tanpa
disadari, perlahan diriku telah menghapus perasaan itu sepenuhnya.
Ketulusan
itu, hingga akhirnya aku berhenti menganggapmu kakak dan mencintaimu
sepenuhnya. Namun, aku tak mengerti dengan apa yang kuucapkan. Perasaan dan
pemikiranku tidak sejalan. Kenyataannya diriku tidak ingin menganggapmu kakak
lagi, tetapi justru sebaliknya yang kukatakan. Inilah aku, yang tak mampu
menguasai diriku sendiri, diriku yang tak dapat mengendalikan perasaan maupun
pemikiran. Diriku yang bodoh, jauh dari anggapan orang-orang terhadapku.
Mungkin
terlalu sering, perasaan dan pemikiranku itu tak sejalan. Alhasil, apa yang
kuucapkan sama sekali tidak sesuai dengan apa yang ingin kuucapkan. Mengendalikan
diriku yang memiliki 2 sifat, sangatlah sulit menurutku. Diriku yang pendiam, faktor
lingkunganlah yang menuntutku untuk berkepribadian ceria. Rasa heran
menyelimutiku, mengapa orang-orang selalu mempeributkan IQ-ku, dan tidak
menanyakan bagaimana perasaan seseorang yang memiliki IQ itu… sungguh
menyedihkan hidup sepertiku .-.
Kini
hidupku memiliki tujuan, impian dan perasaanku juga tak lagi kosong. Terima
kasih karena telah mengajarkanku untuk memiliki itu, dan mengisi perasaanku. Seperti
air sungai yang mengalir, rasa itu mengalir begitu saja, bebas…
Tanpa
prakiraan sebelumnya, akhirnya hubungan ini berakhir dengan baik. Tanpa
pertengkaran, maupun perdebatan. 11 November 2014, bukan tanggal yang buruk.
Alasan itu, sama sekali tidak mendiskripsikan siapa dirimu. Perputaran waktu. Seandainya
diriku masih memiliki waktu untuk berterima kasih.. Masih banyak juga kata maaf
yang perlu disampaikan.. Namun, sepertinya tak ada lagi waktu untukku
mengucapkan itu. Air sungai yang mengalir tiada henti, ternyata memiliki
hubungan seperti itu hanyalah mimpi.
Terlalu
banyak air mata untuk hari ini. Hari yang penuh dengan kejadian buruk,
menghadapi tiga masalah sekaligus dalam satu hari. Kumohon, segeralah berganti
hari. Namun, aku tak menganggap hari ini hari yang buruk, tetapi hari yang
dipenuhi dengan kejadian buruk, itu saja... Sekiaaaan ^-^
0 comments:
Post a Comment