Hari kedua… Aku membuka
mata perlahan. Kulihat Nadia dan Farah sedang merapikan rambut dan melipat baju
tidurnya. Sementara Fista dan Aliya masih tertidur lelap. “Nadia, Farah, sholat
Subuh yuk!”ucapku setelah merapikan rambut dan melipat selimut. “Tapi belum
adzan!”balas Farah. “Kamu mau sholat pakai baju tidur gitu? Sana ganti baju
dulu!”tambah Nadia. “Iya, iya!”jawabku. Aku segera menuju kamar mandi dan berganti
pakaian, lalu merapikan rambut. Suara adzan Subuh pun terdengar telinga. Aku
membangunkan Aliya dan Fista yang masih tertidur lelap di kasur. “Fista, Aliya,
bangun! Waktunya sholat Subuh nih!”seruku sambil menepuk bahu Fista dan Aliya.
Mereka segera bangun, kemudian kami sholat Subuh bersama-sama.
Bu Ina mengecek kamar kami. “Anak-anak, setelah sholat
Subuh kalian langsung mandi dan berpakaian rapi ya! Lalu bergegas menuju ruang
makan untuk sarapan!”perintah Bu Ina. “Baik bu!”jawab kami serempak. Kami
segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Bu Ina. Dan kini saatnya menuju
ruang makan.
“Ohayou Gozaimashu Cherrysa,
Farah, Nadia!”sapa Alvin. Kami saling menyapa, dan makan bersama. “Siap-siap
ya, buat penjelajahan nanti!”seruku. Semua menatapku, dan melanjutkan makan.
Hmm,, tatapan yang sungguh menyinggung! Apakah ada yang salah dengan ucapanku
barusan?
Sambil menunggu waktu penjelajahan, kami berlima
berjalan-jalan sekitar penginapan. Pemandangan di sini memang bagus, cocok
untuk refreshing. Udaranya sejuk, sangat mendukung untuk proses berpikir bagi
para pelajar. Mungkin karena terlalu sejuk, aku dan Nadia masih memakai
sweeter.
Tak terasa, waktu penjelajahan pun dimulai. Semua anak
berbaris rapi menuju hutan, kecuali kelompok yang sudah menemukan bahan.
“Anak-anak, Bu Ina akan memandu kalian di depan. Tidak boleh berpisah dari
grupnya, atau berpisah dari rombongan sekolah. Dan ingat, jangan mendekati gua
dan danau yang ada di hutan sana! Mengerti?”seru Bu Ina. “Mengerti!!!!!!!”jawab
anak-anak serempak. Hmm,, gua dan danau! Aku jadi ingat perkataan pemandu
wisata waktu itu.
Kali ini, aku berjalan bersama Alvin di belakang.
Kelompok kami berada di depan kelompok Aliya. Aku asyik mengobrol dengan Alvin,
tiba-tiba mataku kelilipan. Langkah kami terhenti. Alvin meniup mataku. Yey,
akhirnya mataku sudah gak kelilipan lagi. Kami menyusul Farah, Nadia, dan Frio.
“Hey, kalian berdua darimana? Kok berlarian menyusul kita begitu?”tanya Frio.
“Eh,, mmm, eng-gak kok, mataku tadi kelilipan. Sorry ya guys, aku gak bilang
sama kalian dulu!”ucapku. “Ehem,, ehem,, kelilipan atau….”belum sempat Nadia
menyelesaikan ucapannya, Frio menyahut, “Pengen jalan berdua sama Alvin? Hayo
ngaku?!”. Aku tersentak kaget, “Hah? Ya nggak lah! Aku kan jalan sama kalian
berempat! Bukan sama Alvin aja, iya kan?”sangkalku. Karena mungkin terlalu
kaget, mataku kelilipan lagi. “Aduh, tuh kan mataku jadi kelilipan lagi
nih!”keluhku. Dan lagi-lagi Alvin yang meniup mataku, karena memang daritadi
dia berjalan disampingku. “Thanks ya, Vin!”ucapku tersenyum. Dia mengangguk.
Frio, Farah, dan Nadia menoleh ke belakang, melihat kami berdua. Haduh, aku kan
malu dilihatin gini. Eh, kenapa sejak tadi Alvin diem aja ya, atau mungkin dia
sakit, atau.. salah tingkah karena ucapan teman-teman tadi? Hah, sudahlah.
Kelompok Aliya berjalan lebih dulu, sehingga sekarang
kami berada paling belakang. Huh, berjalan paling belakang lagi, rasanya
menakutkan. Saat kami berjalan-jalan melihat sekeliling, tiba-tiba aku
merasakan sesuatu yang aneh. Bayangan yang sedari tadi mengikuti langkah kami
berjalan menjadi banyak jumlahnya. Tentu kamu tahu kan, sinar matahari yang
mengenai tubuh kita akan menghasilkan bayangan. Nah, bayangan itu seketika
menjadi banyak, melebihi jumlah orang yang berjalan saat ini. Padahal, di
belakang kami sudah tidak ada anak satupun. Saat kutoleh kebelakang, memang
tidak ada anak. Aku merinding ketakutan. “Alvin, kamu toleh kebelakang
dong! Bayangan itu…”ucapku. Alvin
menoleh. “Nggak ada yang aneh! Bayangan itu bayangan tubuh kita sendiri, Rysa!
Tuh, jumlah nya juga ada lima, sesuai dengan jumlah orang yang berjalan saat
ini. Hahaha… Sama bayangan aja takut!”ucap Alvin. Aku tidak percaya, kutoleh
lagi. Benar! Bayangan itu jumlahnya lima! Padahal, jelas-jelas aku tadi melihat
jumlahnya banyak, lebih dari lima!
Aku berusaha melupakan. Mungkin saja aku salah lihat,
karena rasa takutku yang terlalu menghantui. “Sudah, gak usah nangis! Itu cuma
perasaan kamu aja..”ucap Alvin. Tak kusangka, Alvin tiba-tiba mengusap air mata
yang ada di pipiku. Ia sungguh perhatian terhadapku! Alvin memang sahabat yang
baik. “Thanks ya, Vin! Kamu perhatian banget sama aku. Kamu memang sahabat yang
paling baik, yang pernah kutemui.”ucapku. Ia tersenyum dan menggandeng tanganku.
Apa maksudnya ini? Aku tak menolak, hanya mengikuti saja. Rasa perhatian Alvin
terhadapku hanyalah sebagai sahabat, tidak lebih dari itu.
Farah, Nadia, dan Frio menghentikan langkahnya. “Hei,
kalian berdua kalau jalan lama banget sih?”celoteh Frio. Belum sempat aku
menjawab, tiba-tiba Nadia menambah, “Eits, lihat tuh temen-temen! Cherrysa dan
Alvin bergandengan tangan!”. “Iya, iya, jangan-jangan kalian..”belum selesai
berceloteh, Alvin menyangkal, “Haduh, bukan apa-apa! Kalian salah paham! Tadi
Cherrysa ketakutan, ya udah kita jadi jalannya lambat!”. Alvin melepaskan
tanganku. Hmm,, ada yang aneh! Di tengah seru-serunya berbicara seperti ini,
Farah hanya diam tak ikut angkat bicara. Farah kenapa ya? Atau mungkin saja dia
cemburu mendengar ucapan Nadia dan Frio barusan? Dan Farah suka sama Alvin?
Hah, lupakan! Mungkin saja Farah lagi sariawan, males berbicara! Hehehe...
Kami melanjutkan berjalan. Kulihat teman-temanku. Kali
ini Alvin asyik mengobrol dengan Farah. Tampaknya, Farah senang sekali bisa
mengobrol sedekat itu dengan Alvin. Eh, kenapa aku jadi mengurusi mereka? Tak
ada yang salah jika mereka mengobrol, kan kita bersahabat! Kenapa sepertinya
aku merasa kesal setiap melihat Farah dekat dengan Alvin? Sudahlah Cherrysa,
lupakan!, batinku. Kulihat Nadia asyik mengobrol dengan Frio. Huh, aku berjalan
sendirian! Sungguh membosankan!
Tiba-tiba aku melihat sebuah kulit kerang berkuran kecil
yang cukup banyak jumlahnya. Aku mengambil kulit-kulit kerang itu. “Guys,
lihat! Ada kulit kerang nih! Kayaknya bisa kalau kita gunakan sebagai bahan
lomba KIR!”seruku. Teman-teman menghampiriku. “Memangnya mau dibuat apa, kulit
kerang itu?”tanya Farah. Aku menjawab, “Hmm,, aku tidak tahu pasti sih! Tapi,
kita kan bisa cari kandungan kulit kerang di internet..”Aku pernah baca di
artikel, kulit kerang itu banyak mengandung kalsium karbonat.”tambah Alvin.
Maklum, dia kan suka baca buku! Frio menambah, “Kalo setahuku sih, kalsium
karbonat itu banyak terkandung dalam pasta gigi, gigi palsu, pokoknya yang
berhubungan dengan tulang dan gigi.”. “Ya sudah, kita ambil saja kulit-kulit
kerang ini!”seru Nadia. “Mmm,, kalian lihat gak, cahaya yang ada di salah satu
kulit kerang itu?”ucapku seraya menunjukkan cahaya yang kumaksud. Ada salah
satu kulit kerang yang berukuran cukup besar dibandingkan dengan yang lain.
Kulit kerang itu mengeluaran cahaya kecil. Indah, tapi aneh! Mana mungkin kulit
kerang bercahaya? “Iya, kok aneh ya?”balas Frio. “Sudah, mungkin itu kulit
kerang gagal cetak!”jawab Nadia sambil ketawa. Kami ikut tertawa.
Mungkin bagi teman-temanku, cahaya yang ada di kulit
kerang itu tidak penting. Tapi menurutku, cahaya itu perlu diselidiki. Mungkin
saja ada arti tersembunyi dibalik cahaya itu. Atau,, bisa saja cahaya itu dapat
membahayakan kita!
Akhirnya, bahan untuk lomba KIR sudah ada. Sekarang,
tinggal berjalan menuju penginapan dengan mengikuti arah panah yang ada. Oh ya,
kalian belum tahu, jalan yang kami lewati sekarang berbeda lho dengan jalan
yang kami lewati kemarin! Jadi, kami tidak mungkin menemui jalan bercabang yang
kemarin itu.
Tiba-tiba, Farah menjerit, “Aduh! Sakiitttt….”. Ia
menangis kesakitan. Aku, Nadia, dan Frio menghampiri Farah dan Alvin yang
daritadi berjalan di belakang. Ternyata kaki Farah tersandung batu dan ia
jatuh. “Ya ampun Farah! Kaki kamu berdarah! Tuh lihat, kamu perlu
diobati.”ucapku. Untungnya, Nadia membawa obat merah dan plester di saku
bajunya. Tiba-tiba aku melihat sesuatu. Di dekat batu itu terdapat sebuah kulit
kerang yang bercahaya. Aku mengambilnya. “Teman-teman, ini kan kulit kerang
bercahaya yang kita ambil tadi. Kok bisa ada disini? Bukannya kita bawa di
kantong plastik ya?”ucapku bingung. “Oh iya ya, kalo gitu coba di cek di
kantong plastik, kulit kerang bercahaya yang tadi itu ada atau tidak!”tambah
Alvin. Frio yang membawa kantong plastik itu, dan ia melihat isi kantong
plastik. Ternyata kulit kerang bercahaya itu tidak ada! Dan kulit kerang itu
berpindah tempat di sebelah batu tempat Farah jatuh. Kok bisa ya? Ini sungguh
tidak masuk akal! Frio memasukkan kulit kerang bercahaya itu di kantong
plastiknya.
Kami melanjutkan perjalanan. Aku menoleh ke belakang,
melihat Farah dirangkul Alvin, dan dibantu berjalan. Rasa kesal kembali tumbuh
dari dalam hatiku. Apa mungkin aku cemburu melihat mereka? Tapi itu kan sebuah
hal yang wajar, seorang anak yang membantu sahabatnya berjalan karena kaki
sahabatnya sakit. Ya ampun Cherrysa! Alvin dan Farah itu sahabatmu, tidak boleh
berpikir seperti itu. Kamu tidak boleh menyukai sahabatmu sendiri, karena
justru itulah yang akan merusak persahabatanmu, batinku.
Tiba-tiba, hal yang sama terulang lagi. Untuk kedua
kalinya, kami menemukan….
=> TUNGGU CERITA
SELANJUTNYA : GUA MISTERIUS <=
0 comments:
Post a Comment