BONEKA
BERUANG DAN SEPEDA BUTUT
Putri berjalan lesu sepulang sekolah. Ia sangat
tersinggung dengan perkataan Sarah ketika di kelas. Hampir setiap hari, Sarah
selalu mengejek Putri karena keadaan ekonomi keluarga Putri yang kurang mampu.
Sarah juga sering memamerkan boneka beruangnya kepada Putri. Meskipun begitu,
Putri tak pernah marah atau iri terhadap Sarah.
“Ibu, Putri kesal! Mengapa hanya karena masalah ekonomi,
Putri selalu diejek? Memangnya Putri salah apa?”ucap Putri seraya menangis dan
memeluk ibunya. “Kau tak salah, nak! Mereka itu sombong atas apa yang diberikan
orangtuanya. Kekayaan tidak selamanya kita miliki. Mereka tidak mengerti
susahnya hidup, seberapa lelahnya orang tua mereka mencari nafkah. Kau harus
bersabar nak, dan menerima keadaan. Maafkan ibu, jika ibu belum bisa
membahagiakanmu seperti teman-temanmu…”kata ibu lirih disertai tangis.
“Jangan berkata seperti itu, ibu! Ibu telah
membahagiakanku dengan kasih sayang yang selama ini ibu curahkan. Putri menghargai
pengorbanan ibu, dan bagi Putri kasih sayang itu melebihi harta. Apa yang ibu
berikan selama ini itu sangatlah lebih dari cukup. Putri berjanji, akan
menerima keadaan dengan sabar dan tabah.”balas Putri sambil mengusap air
matanya. Ibu membelai rambut Putri yang panjang nan hitam lebat itu.
Sejak saat itu, Putri tak pernah menangis dalam
kesedihan. Kini ia menjadi anak yang kuat dan tegar dalam menghadapi cobaan dan
ejekan teman-temannya, terutama Sarah.
Suatu pagi, seperti biasanya Putri berangkat ke sekolah
mengendarai sepeda bututnya. Bagi Putri, sepeda itu sangat berarti, karena
merupakan peninggalan almarhum ayahnya. Putri tak merasa malu dengan apa yang
dimilikinya.
“Sepeda butut datang.. Sepeda butut datang.. Hahaha!”ejek
Sarah setelah melihat Putri datang dan memarkir sepedanya. “Ih, kasihan banget
sih, harus naik sepeda butut setiap ke sekolah!”tambah Devi, sahabat Sarah.
“Kalian jangan pernah lagi mengejek aku! Meskipun sepeda ini butut, aku tetap
menyayanginya. Sepeda yang sangat berarti dalam hidup aku!”balas Putri dengan
nada keras. Sarah berbisik kepada Devi, “Tumben Putri melawan, biasanya kan
langsung nangis?”. “Gak tau tuh, aneh!”jawab Devi.
Setiap kali jam istirahat sekolah, Sarah selalu bermain
bersama boneka beruangnya. Dan tak lupa, ia juga memamerkannya kepada Putri.
“Putri, boneka beruangku bagus lho! Ini tuh mahal,
oleh-oleh dari Papi ku yang baru pulang dari Swiss. Kalau sepeda bututmu,
oleh-oleh dari negara mana?”ucap Sarah dengan nada mengejek. “Negara kuno! Kan butut-butut gitu…”tambah Devi.
“Kalian memang tak tahu seberapa berharganya sepeda itu! Sepeda yang penuh
arti…”kata Putri. Lalu ia berlari meninggalkan tempat.
Putri tak menghiraukan ucapan Sarah dan Devi barusan.
Untuk apa dihiraukan, malah menambah penyengsaraan.
Setiap hari, Putri selalu merawat sepedanya. Meskipun
kuno, sepeda Putri tampak bagus dan bersih. Ia selalu menyempatkan waktu untuk
membersihkan sepedanya. Karena memang sepeda itulah, satu-satunya kendaraan
yang keluarga Putri miliki. Putri anak yang telaten dan rajin.
Suatu hari, kelas dihebohkan oleh satu orang, yaitu
Sarah. Putri yang tak mengerti apa-apa hanya ikut mendengarkan tangisan Sarah.
“Boneka beruangku hilang! Boneka itu sangat berharga buat aku!
Hiks..hiks..hiks..!”ucap Sarah serta tangisannya yang cetar membahana. Putri heran, mengapa boneka itu bisa hilang? Sarah
sangat menyayangi bonekanya. Putri berjanji dalam hati, sepulang sekolah nanti,
ia akan mencari boneka milik Sarah, boneka yang selama ini selalu dipamerkan
kepadanya.
Kring..kring..kring!!!!!!!!! Bel pulang sekolah telah
berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar kelas dan menuju pintu gerbang menunggu
jemputan. Namun, Putri malah berkeliling menjelajahi sekolah. Barangkali ia
menemukan boneka Sarah.
Setelah 3 jam memutari sekolah, Putri lelah. Ia tidak
menemukan hasil apa-apa. Tiba-tiba ia berfikir. Mungkin saja boneka itu jatuh
ketika Sarah berangkat sekolah? Tanpa pikir panjang, ia mengayuh sepedanya dan
menelusuri jalan menuju rumah Sarah.
“Kok dari tadi nggak ketemu ya?”keluh Putri. Jalan yang
ditempuh memang cukup jauh dari sekolah menuju rumah Sarah. Sebenarnya Putri
ingin pulang. Tetapi ia tidak tega melihat Sarah yang begitu sedih kehilangan
barang yang disayanginya. Putri seolah lupa dengan apa yang telah dilakukan Sarah
terhadapnya.
Sepanjang jalan, Putri hanya melihat rumput yang hijau
dan bergoyang searah dengan angin. Hasilnya tidak seperti apa yang dia
harapkan.
Tiba-tiba kayuhannya terhenti. Putri melihat sebuah
boneka beruang berwarna coklat tergeletak diantara rerumputan yang penuh
kerikil dan batu kecil. Ia mengambil boneka itu. Boneka yang kotor, berlumur
tanah dan bau. Ternyata milik Sarah! Putri segera menuju rumah Sarah untuk
mengembalikan boneka beruang itu.
Sesampai di rumah Sarah, ia meletakkan sepedanya dan
menekan tombol ‘bell’ seraya mengetuk pintu rumah Sarah. Rumah Sarah sangatlah
bagus, bertingkat 3, terkesan mewah. Di garasinya terdapat 3 buah mobil, dan 5
sepeda motor. Putri tidak melihat satupun sepeda ontel di sana.
Pintu pun terbuka. Ternyata Sarah sendiri yang membukakan
pintu. “Ada apa kamu kesini?”tanya Sarah sinis. Putri melihat raut muka Sarah.
Sarah berusaha menyembunyikan kesedihannya. Sepertinya, Sarah tadi menangis.
Putri semakin iba melihat kesedihan Sarah.
“Aku kesini nggak lama kok! Sarah, aku tadi menemukan
bonekamu di pinggir jalan. Boneka ini tergeletak di antara rerumputan. Mungkin
saja boneka ini jatuh saat kamu berangkat sekolah tadi!”ucap Putri seraya
menyerahkan sebuah boneka kepada Sarah. Sarah pun menerimanya. Raut mukanya
tampak senang.
“Bonekaku!!! Terima kasih ya Putri!”balas Sarah. “Iya
sama-sama. Aku pamit dulu ya!”kata Putri. “Tunggu! Jangan pulang dulu… Aku
minta maaf ya kalau selama ini aku bersikap tidak baik kepadamu. Aku sering
mengejekmu, menghinamu, banyak sekali! Maafkan aku.. Aku janji tidak akan
bersikap sombong lagi mulai sekarang.”ucap Sarah. Putri dan Sarah berpelukan.
“Aku sudah memaafkanmu sejak dulu, Sarah.”jawab Putri.
“Oh ya, untuk tamu spesial, silahkan masuk dan silahkan duduk.”ucap Sarah mempersilahkan.
"Terima kasih nona!”balas Putri. “Hahaha…”. Mereka tertawa mendengar
ucapan masing-masing.
0 comments:
Post a Comment